Minggu, 29 September 2019

Aku dan Diriku (Tugas 2)

Sumber

Nama saya Niko, memiliki nama yang singkat, orang tua saya memiliki maksud dan tujuan tersendiri mengapa saya tidak mempunyai nama panjang. Lahir di kota Depok, 25 November tahun 2000 dan merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara, memiliki 2 kakak perempuan dan menjadi anak laki - laki satu - satunya di keluarga.
Ayah saya bekerja sebagai wiraswasta, lebih tepatnya memiliki usaha pembuatan kusen yang terbuat dari kayu. Sementara ibu saya hanya sebagai ibu rumah tangga biasa, yang sehari - harinya membantu kakak tertua saya mengasuh anaknya ketika kakak saya bekerja. Sementara kedua kaka saya, sama - sama sudah bekerja. Kaka tertu saya, berjarak 12 tahun dengan saya, sudah berkeluarga dengan memiliki 2 anak, dan bekerja sebagai PNS. Kaka kedua saya, berjarak 5 tahun dengan saya dan saat ini masih bekerja di salah satu kantor akuntan public di daerah Jakarta.
Sebagai anak ke-3 dari tiga bersaudara, atau yang orang lain sebut anak bungsu, dan anak laki – laki satu – satunya, saya tidak pernah di perlakukan manja oleh kedua orang tua saya maupun oleh kakak saya. Karena orang tua saya, selalu menuruti keinginan anak – anaknya bila memiliki prestasi ataupun berhasil masuk ke sekolah favorit. Berbanding terbalik dengan kaka saya yang pintar, dan berhasil masuk sekolah favorit, dan juga selalu di turuti keinginannya oleh kedua orang tua saya. Saya sendiri yang tidak terlalu pintar, dan juga tidak berhasil masuk ke sekolah favorit, sadar diri agar tidak meminta apapun kepada kedua orang tua saya. Sehingga di pandangan keluarga saya dan juga sanak saudara, saya dikenal sebagai anak yang penurut dan baik jika dibandingkan dengan saudara saya yang lain.
Saya sendiri memiliki kepribadian yang ramah, penyabar, peduli dengan teman, disiplin, dan juga dapat menjadi pendengar yang baik. Banyak dari teman – teman saya yang sering curhat ke saya tentang permasalahan mereka. Dan tentunya terkadang saya pun bercerita kepada mereka. Soal kedispilinan, saya mendapatkan piagam sebagai “Santri SMA Putra paling disiplin” saat kelulusan SMA kemarin.
Dimata para tetangga sendiri, saya di anggap anak baik dan rajin jika dibandingkan dengan anak lain yan seumuran dengan saya. Walaupun jarang keluar rumah, tapi saya masih mengenal baik semua tetangga di sekitar rumah saya, dan jika berpapasan dengan mereka, saya selalu menyapa walau hanya dengan senyuman.
Teman – temanku sendiri, menilai saya memiliki kepribadian yang peduli terhadap teman, penyabar dalam kondisi apapun, ramah kepada siapapun, dan tidak pernah mementingkan diri sendiri. Terlepas dari semua penilaian itu, saya hanya menjalani kehidupan sehari – hari saya dengan apa adanya saja, mengalir sejalan dengan arah yang saya pilih sendiri.
Karena latar belakang saya yang lulusan pondok pesantren, yang jarang berbaur dengan lawan jenis. Selama masa kuliah yang baru seminggu ini, saya mulai membiasakan diri dan membaru dengan lingkungan baru dan suasana yang berbeda dari sebelumnya. Sedikit demi sedikit saya sudah berbaur, mendapatkan teman dari berbagai kelas, dan juga teman dari beda jurusan, bahkan sudah mengenal beberapa kating dari jurusan Teknik Informatika. Memilih teman pastinya harus dilakukan, agar kita tidak terjerumus kepada hal – hal yang negative. Tapi sebisa mungkin, saya ingin menjadi teman yang dapat membawa hal – hal positif kepada teman dan orang – orang yang berada di sekitar saya.

Nama: Niko
NPM: 54419785
Kelas: 1IA03

Selasa, 24 September 2019

Kebudayaan Indonesia dan Mahasiswa (Tugas 1)

Sumber
Jika kita berbicara tentang kebudayaan Indonesia,  tentu tak kan habisnya jika kita ingin membahas seluruh kekayaan budaya yang di miliki oleh bangsa ini. Menurut Freddy H. Tulung selaku Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP), Kementrian Komunikasi & Informatika RI, dalam sambutannya pada acara Sosialisasi Wawasan Kebangsaan Menuju Ketahanan Nasional di Balai Budidaya Air Payau Boddia, Kecamatan Galesong, Takalar, Sulawesi Selatan, Rabu (12/6) mengatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki 742 bahasa/dialek, terdiri atas berbagai suku bangsa dan sub suku bangsa, jumlahnya tidak kurang dari 478 suku bangsa. 
Seiring perkembangan zaman di era globalisasi ini, kekayaan kebudayaan bangsa ini mulai tergerus. Masuknya budaya asing ke Indonesia, membuat budaya asli bangsa ini mulai tergantikan dan terlupakan oleh masyarakat, khususnya para generasi muda atau generasi millenial. Hal ini membuat generasi muda menjadi "buta" akan budaya bangsa sendiri dan lebih "melek" akan budaya asing, yang bahkan dapat berdampak buruk bagi kehidupan diri sendiri dan orang di sekitar.
Sejalan dengan era globalisasi, kebudayaan asli bangsa ini mulai terkikis oleh perkembangan zaman dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Salah satu contoh kebudayaan bangsa yang mulai terkikis adalah budaya bergotong royong. Budaya ini, khususnya di kota - kota besar mulai terkikis. Masyarakat di perkotaan lebih mementingkan diri pribadi dibandingkan dengan kepentingan bersama, hal ini dapat terlihat jelas di daerah permukiman mewah yang sudah menjamur di kota - kota besar. Kesadaran bersama akan gotong royong ini mulai terkikis oleh semangat untuk bersaing untuk menjadi yang terhebat dan siapa paling kaya. Gotong royong seakan - akan tidak memiliki ruang di zaman yang serba canggih ini.
Padahal, budaya gotong - royong telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia di mata dunia. Jika ini terus dibiarkan, maka bukan tidak mungkin lagi bahwa budaya gotong - royong hanya dapat terlihat di pelosok - pelosok negeri ini, dan mulai hilang di daerah perkotaan.
Agar budaya gotong - royong tidak hilang dari kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, perlu kerjasama dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk kesadaran dari diri sendiri. Banyak hal yang dapat kita lakukan sebagai warga negara, untuk memelihara semangat bergotong royong dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Budaya gotong royong dapat kita mulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga kita sendiri. Jika kita sudah bisa menerapkan budaya gotong royong dalam keluarga kita, kita dapat menerapkan budaya gotong royong ke lingkungan yang lebih besar lagi cakupannya, seperti gotong royong dalam lingkungan RT/RW.
Sebagai mahasiswa sendiri, budaya gotong royong dapat di kembangkan dan diterapkan melalui berbagai kegiatan yang ada di dalam maupun luar kampus. Melalui sebuah organisasi kampus, seperti BEM dan UKM, kita dapat mulai menerapkan atau melatih budaya gotong royong dalam diri kita, sebelum pada akhirnya kita terapkan di masyarakat luas. Melalui organisasi kampus dan kegiatan yang di adakan oleh kampus itu pula, kita dapat langsung terjun ke masyarakat dan menerapkan budaya gotong royong agar budaya gotong royong tetap lestari dan tidak terkikis oleh pesatnya perkembangan zaman. Contoh kegiatan mahasiswa yang dapat dilakukan untuk memelihara budaya gotong royong di antaranya seperti kegiatan bakti sosial dan menjadi sukarelawan untuk terjun langsung ke daerah bencana agar dapat membantu masyarakat yang terdampak bencana, dan masih banyak lagi kegiatan yang dapat kita lakukan sebagai mahasiswa guna memelihara dan menerapkan budaya gotong royong agar tidak terus terkikis oleh pesatnya perkembangan zaman yang serba digital ini.
Sejalan dengan pentingnya memelihara budaya gotong royong, jika kita menilik sejarah bangsa ini. Budaya gotong royong tidak pernah lepas sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan bangsa ini, tak akan tercapai bila tidak adanya gotong royong antar elemen masyarakat, kemerdekaan ini tidak di raih jika hanya 1 orang yang berjuang. Karena melalui gotong royong ini, seluruh bangsa Indonesia dapat bersatu dan bahu membahu untuk memperjuangkan kemerdekaan yang dapat kita nikmati sekarang. Persatuan bangsa Indonesia, tidak akan bisa di lepaskan dari budaya gotong royong, sebagaimana yang tercantum dalam pancasila pada sila ke-3 "Persatuan Indonesia" yang menjadi ideologi dan dasar negara Indonesia.

Di akhir kata, budaya gotong royong harus kita terus lestarikan. Walau semakin terkikis oleh perkembangan zaman, kita sebagai warga negara Indonesia, tidak boleh melupakan budaya tersebut. Karena sejatinya, budaya gotong royong menjadi cikal bakal dan dasar dari kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah di perjuangkan oleh para pahlawan dan juga seluruh lapisan masyarakat, yang berkorban nyawa di masa lalu. Sehingga, generasi setelah mereka sudah terbebas dan tidak merasakan lagi penjajahan dan kolonialisme di negeri ini.

Senin, 23 September 2019

Sebuah Lembaran Baru

Gambar
Masa putih abu - abu,
Tak terasa sudah berlalu...
Berbagai kenangan, tak kan bisa kita ulang lagi
Walau sedih, kita hanya bisa mengenangnya...

Dan sekarang, di sinilah aku.
Di tempat yang baru, dengan kenangan baru yang menyambutku
Tidak bermaksud membuang kenangan lama,
Hanya menambah kenangan baru, yang akan tersimpan lagi

Kenangan lama, akan selalu terkenang
Tersimpan rapih, di tempat istimewa di dalam diri ini
Yang suatu saat, akan di ingat dan tertawa
Ataupun sedih karena mengingatnya..

Membuka lembaran baru, dan terus berjalan
Dengan tetap membawa kenangan yang lama,
Aku akan bertumbuh, menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya

Bismillah...



Daftar Pustaka:
Gambar