Kaitan antara agama dan masyarakat tentunya tidak
dapat dipisahkan, sebagaimana yang di atur dalam Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):
“Setiap
orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Kita sebagai warga negara
Indonesia sudah diberikan kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaan yang
akan kita anut.
Definisi agama sendiri menurut ilmu sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi tidak pernah
memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi angkat tangan
mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agama–agama yang
tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan
definisi deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang
dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya.
Seiring dengan berkembangnya zaman, konteks “agama” dalam
kehidupan kita saat ini sudah mulai bergeser arti sesungguhnya. Dahulu, agama
yang kental akan pesan perdamaian dan menyeru kepada kebajikan, dengan
berkembangnya zaman dan teknologi sering dipakai sebagai kedok untuk berbuat
kejahatan ataupun demi kepentingan sebagian orang saja.
Dengan adanya kejahatan yang berkedok agama, menimbulkan
konflik baru di kalangan masyarakat. Suatu hal yang suci dari sebuah agama
dapat dipermainkan begitu saja oleh sebagian orang demi kepentingannya atau
golongannya. Contohnya saja dalam dunia politik.
Demi memperoleh suara untuk mendapatkan kursi kekuasaan,
para calon kandidat rela berpura – pura baik dan menjaga image mereka di
depan para calon pemilih dengan timbahkan bumbu – bumbu agama untuk lebih
memikat lagi dan memilih dirinya untuk menjadi penguasa. Dan ketika dia sudah
terpilih, semua janji – janji dan seluruh image baik yang sudah dia
umbar hilang begitu saja.
Atau dengan kemajuan teknologi, penyebaran berita bohong
atau hoax yang menyudutkan agama tertentu marak terjadi. Hanya demi
membuat agama tertentu memiliki citra yang buruk, segala cara pun ditempuh. Bahkan
banyak dari ulah orang – orang yang tak bertanggung jawab menimbulkan konflik
antar umat beragama.
Negara Indonesia yang notabenenya menjunjung tinggi perbedaan,
sesuai dengan arti dari “Bhineka Tunggal Ika” tentunya memiliki
keberagaman yang sangat kaya. Dengan umat islam sebagai mayoritasnya,
menjadikan Indonesia menjadi negara dengan tingkat toleransi antar umat
beragama yang tinggi. Tidak seperti di negara lain, yang mengucilkan kaum
minoritas.
Kemerdekaan bangsa ini pun diraih berkat kerjasama dari
semua pihak, para pahlawan pada saat itu tidak memikirkan suku dan etnis
ataupun agama apa yang mereka anut. Mereka lebih mementingkan persatuan dan
kesatuan demi memerdekan bangsa ini dari para penjajah. Sejarah telah
membuktikan tingginya tingkat toleransi yang dimiliki oleh bangsa ini.
Kita sebagai generasi muda yang akan menjadi penerus
bangsa ini, sejatinya tugas kita adalah mempertahankan apa yang telah
diperjuangkan oleh para pahlawan. Dengan isu – isu perpecahan yang semakin
banyak di teriakan, baik yang berkedok politik maupun berkedok agama, yang
mulai merongrong bangsa ini. Mempertahankan dan memperjuangkan keutuhan dari
negara ini, dari konflik – konflik yang memecah belah merupakan tugas dari
seluruh lapisan masyarakat.
Daftar Pustaka:
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl6556/ham-dan-kebebasan-beragama-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar